Memilih Rektor IAIN IB dan Tiga Agenda

http://www.shofwankarim.blogspot.com
Komentar Singgalang (2/11)
Oleh Shofwan Karim
Syahdan, bila tidak ada aral melintang, insya Allah hari ini (2/11), Rektor baru IAIN IB Padang akan terpilih. Siapapun orangnya, agaknya Menteri Agama tidak akan terpengaruh lagi oleh berbagai hal di luar koridor “demokrasi” untuk mengusulkan nama yang akan ditetapkan Presiden RI sebagai Rektor. Sesuai pengembalian formulir kesediaan dan telah disyahkan Panitia, telah terseleksi tiga nama : Prof Dr. Sirajudin Zar, MA, dan Dr. Makmur Syarif, SH, MA serta Prof. Dr. Yahya Jaya, MA. Penulis berani memprediksi, bahwa di antara ketiganya, dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada nama terakhir, maka nama pertama dan kedua, akan amat ketat bersaing .
Pagi ini, ketiga mereka menyampaikan Visi dan Misi dan Strategi Umum Rancangan Kerja Rektor IAIN IB 2006-2010. Setelah itu, hari ini juga, menurut rencana Panitia, langsung diadakan pemilihan oleh 40 orang anggota Senat Institut. Siapa pun yang terpilih, rasanya tidak terlalu penting lagi. Tulisan mengenai hal itu sudah disampaikan dalam Komentar Singgalang 18/10 lalu. Bahwa tokoh yang dibutuhkan adalah yang secara individual kuat dalam leadership dan manajemen serta memiliki kharisma rekonsiliatif.
Yang menjadi renungan penulis lagi, apa yang menjadi agenda utama kepemimpinan baru IAIN IB itu menurut kondisi IAIN IB dewasa ini. Tentu saja secara gamblang baru diketahui hari ini dalam bentangan Visi dan Misi di hadapan sivitas akademika dan diskusi atau dialog yang niscaya berlangsung sengit. Diperkirakan, visi dan misi ketiganya tidak akan berbeda jauh amat. Apalagi kalau lebih kepada yang bernuansa normatif, tidak perlu diragukan lagi, ketiganya akan relatif sama unggulnya.
Namun secara pragmatis, menurut pengamatan Penulis, paling tidak ada tiga agenda yang amat mendesak. Pembenahan internal, hubungan eksternal dan memperkuat jati diri IAIN sebagai perguruan tinggi Islam di Minangkabau yang disegani . Biasanya dalam visi IAIN IB yang lama adalah pusat keunggulan (center of excellence) . Ketiganya harus dijalankan secara simultan dan ketiganya menjadi prioritas.
Pembenahan internal, menyangkut administrasi dan menajemen akademik, modernisasi teknologi proses belajar mengajar dan pemanfaatan teknologi-infomasi serta perluasan dan instensitas kepustakaan konvensional dan digital.
Hubungan eksternal, di antaranya peningkatan volume dan intensitas kerja sama lokal, nasional dan internasional. Ini amat penting untuk mendukung Rencana Induk Pengembangan IAIN IB ke depan. Apakah akan tetap menjadi IAIN atau bergerak menjadi UIN. Ingat, di Sumbar sudah ada 2, STAIN Bukittinggi dan Batusangkar yang mulai berpacu cukup progresif. Selama ini IAIN IB sepenuhnya tergantung pendanaan dari APBN melalui biaya yang amat terbatas dari alokasi pendidikan tinggi agama Islam melalui Depag RI pusat. Itupun memerlukan lobi tinggi yang amat intensif yang terkesan selama ini masih belum optimal.
Lebih dari itu, belum pernah terpikirkan untuk melakukan terobosan seperti IAIN Jakarta sebelum menjadi UIN melalui Bappenas RI mendapat bantuan dari Islamic Development Bank, beberapa tahun lalu 250 juta dollar US dan sekarang UIN Pekanbaru mendapat 300 milar Rupiah. Ini amat erat kaitannya dengan pengembangan kampus yang konon sudah mulai dinegosiasi oleh Prof. Dr. Maidir Harun, Rektor lama dengan Pemko Padang yang disebut-sebut berlokasi di Air Dingin pinggir kota Padang seluas 200 hektar.
Selanjutnya memperkuat jati diri IAIN yang disegani, memerlukan kerja intelektual dan emosi dan kepekaan intuisi kepemimpinan yang canggih pula . Misalnya untuk menjadikan pusat keunggulan yang terbilang di kawasan Sumatera. Hubungan yang telah terbina dengan beberapa perguruan tinggi di Malaysia dalam kajian keislaman sosial, budaya dan kemasyarakatan harus dievaluasi dan ditingkatkan menjadi pihak inisiator dan produsen bukan semata-mata konsumen intelektual.
Dan untuk yang ketiga ini, tak kalah pula pentingnya melalukan respon strategis-konstruktif dan introspektif terhadap tuduhan miring dari kalangan yang menamakan diri kaum “salafi” dan penegak syariat Islam di daerah ini yang menuding IAIN IB adalah sarang “sipilis” (sekuler, pluralis dan liberalis) .
Ketiga agenda tadi tidak bisa diserahkan hanya kepada seorang yang menang hari ini sebagai Rektor tetapi oleh semua komponen IAIN IB. Itu harus digerakkan oleh Tim Kepemimpinan yang solid, di samping rektorat, juga dekanat dan lembaga serta para dosen dan guru besar di institut ini. Akan halnya Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten Se-Sumbar, tentulah bisa memberikan dukungan optimal, bila kemimpinan IAIN IB benar-benar kompetens dan kapabel dalam merajut komunikasi dan relasi potensi menjadi peluang untuk kemajuan.*** shofwan2004@yahoo.com
shofwan@hotmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengabdian Warga Muhammadiyah: Rekonstruksi Kiprah H. Amran dalam Pendidikan

Narasi Sahabat Alumni 1972: Dr. Dra. Hj. Nurhayati Zain, B.A., M.A