Uda Syahrul, Pembilai dan Tauladan Kaum Muda

http://www.shofwankarim.blogspot.com  


Uda Syahrul: Pembilai dan Tauladan  Kaum Muda
Oleh Shofwan Karim

Walikota Padang (1983-1993) H. Syahrul Udjud, SH  adalah pembilai, perantara, penghubung, pemersatu, pemberi inspirasi, penyulut  gagasan dan memberi ketauladan kaum muda.  Panggilan akrab Syahrul Ujud bagi kami dulu  sampai sekarang tidak muda lagi,  adalah Uda (Da)  Syahrul dan sebagian Bang Syahrul.  Lelaki gesit dan berbadan tinggi ramping ini semula Jaksa di Talu, Pasaman, (Barat), kemudian pindah ke Padang sebagai staf pada PPD (Panitia Pemilihan Daerah)   Pemilu 1971.  

Sepengetahuan saya, setelah itu, ketika sekretaris  PPD Sumbar Drs. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang  menjadi pejabat wako Padang menggantikan Achiroel Yahya(1971) Da Syahrul turut ke Balai Kota Padang. Kemudian Pak Hasan terpilih dua periode menjadi Wako Padang (1973-1983). Da Syahrul menempati posisi strategis pada masa itu.  

Saya merasa mengenal lebih dekat sosok yang satu ini.   Terutama ketika Da Syahrul menjadi Kepala Kantor Sospol Kota Padang. Banyak  kaum muda yang lebih dekat lagi  dengan beliau.  Sahabat-sahabat beliau waktu itu yang  sepantaran, berselisih umur di bawah  atau di atasnya sedikit adalah Uda H. Basril Djabar,  Uda SM Taufiq Thaib, SH, Bang dr. Aslis Maradjo, Bang dr. Zaidal Bahauddin,  Uda Yonda Djabar, Uda Yoharman, Uda Drs. Yusrizal Saadudin, Uda Marizal Umar (Da Cai), Uda Drs. Nazif Lubuk, Uda Sulaiman Saleh, SH,  Pak Adnan Rahman, SH, Uda Drs. Syuaib MS,  Uda Abu Nawas, SH,  Uda Tarmizi Hosen, SH, Uda Faisal Hamdan, SH, Uda Tamran Anwar,  SH dan beberapa lain. Kecuali tiga yang pertama yang masih sering saya temui, rasanya sebagian besar yang lain sudah  almarhum. 

Ketika KNPI dideklarasikan sebagai satu-satunya wadah berhimpun kaum muda pada 23 Juli 1973,  Da Syahrul  bersama sahabat-sahabatnya tadi itu lah yang membina kami generasi muda. Sementara Da Syahrul banyak melakukan mediasi kepada aktifis dan tokoh pemuda.  Aktifis pemuda, mahasiswa  dan pelajar pada dekade 1970-an dan 1980-an seakan terpilah kepada kelompok identitas berbau agama, nasionalis  dan  ideologis. 

Di kalangan Islam ada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam (PMII-NU), Kesatuan Mahasiswa Islam ( KMI-Perti), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Di kalangan keluarga besar ABRI (sekarang TNI) waktu itu ada Forum Komunikasi Putra-Putri dan Purnawirawan ABRI (FK-PPI),  ada Pemuda Panca Marga Putra Veteran RI. 

Di kalangan pelajar, sampai 1980 masih ada yang eksis PII (Pelajar Islam Indonesia). Ikatan Pelajar Muhammadiyah, belakangan Ikatan Remaja Muhammadiyah dan kembali lagi sekarang menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah.  Ikatan Pemuda Pelajar NU (IPPNU). Pemuda Ansor. Untuk kaum muda wanita ada Nasyiatul Aisyiah, Fatayat NU, Persatuan Wanita Perti (Perwati) dan lain-lain.

Semua pimpinan Ormas kepemudaan, kemahasiswaan, wanita muda dan pelajar di atas menganggap Da Syahrul tempat mengadu dan  tempat curhat.  Lebih-lebih lagi Da Syahrul adalah perantara, penghubung, pemersatu, pemberi inspirasi, penyulut  gagasan dan memberi ketauladan kaum muda. 
Beliau boleh disebut sebagai idola. 

Era 70-an dan 80-an itu, generasi muda seakan terpilah kepada dua pihak. Terutama menghadapi isu yang berkembang pro dan anti  Islam politik, Pancasila, pro dwi fungsi ABRI dan anti, pro kebebasan dan   demokrasi  Pancasila, NKRI dan Dwi Fungsi ABRI. Pihak yang kritis dan pihak yang pro pemerintah. Pihak yang kritis umumnya mereka yang berlabel Islam , sosialis dan nasionalis. Sedangkan pihak yang pro adalah yang berlabel kekaryaan, fungsional, profesional dan Keluarga Besar ABRI.  Mereka yang teakhir ini ada kaum agama, adat budayawan, seniman, pemuda, wanita dan mahasiswa, buruh, dan karyawan. 

Pada skala nasional, pada 1970-an itu ada strategi mengelompokkan semua unsur pemuda, masyarakat, bahkan politik pada poros-poros tertentu. Di wilayah  Politik, dari 9 parpol dan Golkar perta Pemilu 1971, dilakukan fusi mejadi 3 poros politik.  

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari partai Islam  Nahdatul Ulama/NU, Parmusi (umumnya kalangan  muslim modernis) pengikut Masyumi dan Muhammadiyah , Partai Sarekat Islam Indonesia/PSII, dan Perti/Persatuan Islam.

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari PNI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Khatolik, Partai Murba, dan IPKI  (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung dalam PDI.  

Sementara Golongan Karya (Golkar) yang semula bernama Sekber Golkar sejak berdiri 22 Oktober 1964, kemudian menjadi Golkar, tidak mau disebut sebagai partai. Hal ini menurut beberapa tafsiran,  dikarenakan citra partai saat itu yang buruk, yakni dengan adanya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965. Baru pada Pemilu 1999 awal reformasi Golkar menjadi Partai. Pada pasca fusi partai tahun 1970-an tadi,  secara faktual atau bahkan mungkin dengan upaya penggiringan, semua  lapisan dan golongan di luar 2 Partai pasca fusi tadi disatukan dalam wadah tertentu. 

Semuanya, kemudian menjadi soko guru GOLKAR di dalam komponen yang disebut 3 jalur. Jalur A yaitu Abri dan jalur B, yaitu pegawai negeri dan BUMN serta lalur Golkar, organisasi yang  melahirkan Golkar yaitu Kosgoro (Koperasi Grotong Royong), Soksi (Serikat Organisasi Swadiri)  dan MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong).  Ada yang lain seperti Organisasi Profesi. OrmasPertahanan Keamanan (HANKAM). Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI). Gerakan Pembangunan Untuk menghadapi Pemilu 1971,


Lalu ada upaya menyatukan kelompok lain, seperti  kaum buruh disatukan di dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia. Pemuda di dalam KNPI. Wartawan di dalam PWI. Kalangan Islam ada GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendikan Islam). MDI (Majelis Dakwah Islamiyah) Satkar (Satuan Karya) Ulama. Wanita Muslimah (al-Hidayah), KOWANI (Kesatuan Organisasi Wanita Indonesia) dan lain-lain. Para pensiunan sipil, Persatuan Weradhatama Republik Indonesia/PWRI.  Sebagian organisasi terakhir tadi disebut ogranisasi yang dilahirkan Golkar. Maka organisasi yang melahirkan dan dilahiorkan Golkar itu, disebut jalur G. Menjadilah waktu itu tiga jalur itu, ABG. 

Untuk Sumatera Barat, terutama untuk kaum muda, Da Syahrul paling rajin menyampaikan aspirasi kaum muda kepada pihak pemimpin formal watu itu. Da Syahrul menjadi Ketua KNPI Sumbar setelah Ir. Hasan Basri Nasution.  Ketua-ketua KNPI setelah itu  sampai tahun 1993 adalah Marizal Umar, Taufiq Thaib, SH dan Ir. Suwatri . Da Syahrul selalu mengajak aktifis pemuda KNPI, Pimpinan Ormas pemuda dan tokoh mahasiswa bertemu dengan  Gebernur Azwar Anas (1978-1988) kepada Danrem dan Ketua GOLKAR, begitu pula kepada Ketua PPP dan PDI. 

Hampir setiap kunjungan Gubernur Azwar ke daerah-daerah di Sumbar dan ke Provinsi tetangga, Da Syahrul membawa kami menjadi peserta rombongan.  Di situlah komunikasi dengan berbagai dinas dan jawatan serta kanwil-kanwil  oleh kalangan muda berlangsung intensif dan akrab .  Kala itu setiap instansi mempunyai kegiatan kepemudaan.  

Tentu saja tidak mengurangi jiwa kritis kaum muda. Pada akhir 1980 ada isu yang disebut sebagai Petisi 50. Petisi 50 adalah sebuah dokumen yang isinya memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya. Petisi ini diterbitkan pada 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai sebuah "Ungkapan Keprihatinan" dan ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir. 

Selebaran petisi beredar di Padang.  Pada bulan Desember 1980 isu itu makin meruyak, dan banyak tokoh mahasiswa yang dijemput Kodim untuk diintrogasi. Kabarnya beberapa sempat bermalam di Kodim.  Saya rupanya termasuk yang dicari.  Untungnya sebelum berangkat ke Canada mengikuti program pertukaran pemuda hasil seleksi yang ketat, sudah melapor kepada Da Syahrul.  Oleh karena itu  beliaulah yang menjamin, sehingga saya tidak dipanggil oleh Kodim.

Pada tahun 70-an dan 80-an itu, pemuda menjadi isu sentral dengan label “partisipasi pembangunan” di dalam trilogi: keamanan, pertumbuhan dan pemerataan. Trilogi belakangan dibalik menjadi petumbuhan, keamanan dan pemeratan. Kemudian menjadi pemerataan, pertumbuhan dan keamanan. 

Pada Kabinet Pembangunan  1978   ada Menteri Muda Urusan  Pemuda.  Yang pertama Menterinya  adalah Dr. Sbdul Ghafur yang membuat Pola Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda (PP-PGM).  Menteri Muda ini melekat ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Menteri Muda itu belakangan menjadi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, sekarang Imam Nahrowi.  Sebagai Ketua KNPI waktu itu Da Syahrul amat gencar melakukan program dan agenda yang berkaitan dengan PP-PGM tadi.

Banyak hal yang saya tangkap selama Da Syahrul  menjadi Ketua KNPI, Kepala Kantor Sospol dan Wali Kota Padang.  Dari segi kepimpinan,  Da Syahrul komunikatif,  rendah hati serta amat dekat serta sangat  akrab dengan warga yang dipimpinnya. Mobil VW Kodok PPD Pemilu 1971 di bawah tanggung jawabnya pada awal-awal menjadi staf dan kemudian Kakansospol Kota Padang, sering gunakan oleh aktifis pemuda dan KNPI untuk perluan organisasi. Waktu itu beluma ada mobil KNPI.  

Kalau berpidato, Da Syahrul adalah   orator jagoan. Kalau melobi, atau melakukan pendekatan beliau sangat hebat.  Meneruskan kedekatan pendahulunya Pak Hasan sebagai Wali Kota, beliau  akrab dengan pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat, ninik-mamak, alim alim dan para aktifis, dengan wartawan, seniman, sastrawan dan budayawan.  Tentu saja kehebatan Da Syahrul dan klincahannya memimpin pemuda dan kemudian Kota Padang, di topang oleh Uni Rosmawar. Uni Ros, demikian kami menyapa adalah seorang  isteri pendamping Da Syahrul yang sangat kami hormati dan sekaligus cintai. 

Beliau adalah  guru, sehingga isteri para aktifis pemuda banyak pula yang berguru kepada Uni Ros dalam hal mendampingi suami dan menjaga martabat  untuk produktif  bagi  keluarga dan aktif dalam  pengabdian kepada masyarakat. 
Sebagai Walkota yang fenomenal di zamannya, tentulah semua orang merasa Da Syahrul belum ada duanya. Setelah Kota Padang di tangan Pak Hasan memperoleh kota terbersih di Indonesia tahun 1981, kemudian di tangan  Da Syahrul Ujud, kota ini kembali dinobatkan sebagai Kota Adipura, kemudian Adipura Kencana. 

Masih terbayang bagaimana bersihnya kota Padang  bagi generasi yang waktu itu masih muda sekarang tentu sudah tua.  Tim SK 4  untuk keberihan fisik dan moral Kota,  mengkoordinasikan secara kompak Muspida Padang, dinas dan Jawatan Kota, tokoh masyarakat dan warga Kota Padang. Tak salah kalau Maskot dan kalimat “sakti” Kota yang disebut Padang Kota Tercinta, abadi dalam kenangan.  Kalau tak salah,  ini adalah salah satu kalimat dalam puisi penyair Leon Agusta  yang diambil oleh Da Syahrul sebagai kalimat emas bagi kota yang sebelumnya disebut kota bingkuang.

Pada hal lain, hormat kepada senior, adalah salah satu identifikasi diri kami kepada Da Syahrul. Beliau tidak pernah melampaui  atau mendahului yang  lebih senior apalagi pemimpinnya. Beliau amat akrab bukan hanya kepada yang dipimpin dan sesamanya serta warga kota, tetapi lebih-lebih lagi kepada atasan. Kedekatan  Da Syahrul kepada Pak Hasan Basri  Durin dan kepada Pak Azwar Anas, kami anggap sebagai keteladanan yang abadi. 

Perjalanan karir dan pengabdian Da Syahrul berikutnya hijrah ke pusat, setelah selesai menjadi Wako Padang 10 tahun dalam fora yang berbeda tetapi hakikatnya sama. Beliau menjadi mediator dan penghubung yang tak pernah mengeluh. Kalau tidak salah, beliau sempat singgah (stasioner) sebentar di Kejaksaan Agung. Kemudian bergabung dengan Pak JK yang menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.   Kemudian ketika Pak JK menjadi Wakil Presiden 2004-2009 dan sekarang kembali menjadi Wapres, 2014-2019, Da Syahrul menjadi deputi disitu. 

Da Syahrul sangat santun dalam membilai atau memediasi kepentingan daerah ke Pusat, terutama ke Wapres JK. Hormat dan cinta Da Syahrul kepada Pak JK, terasa kepada saya. Kadang, ketika da sesuatu yang akan disampaikan kepada Pak JK, saya diskusikan secara cermat dengan beliau. Keadaan itu saya rasakan  sejak lama hingga  sekarang ini. 

Lebih dari itu, secara umum, Saya pikir hampir tidak ada hal yang berhubungan dengan Sumbar yang akan disampaikan kepada Pak JK tanpa melalui Da Syahrul. Meski di situ pernah ada bahkan sampai sekarang  Prof Azyumardi Azra, Prof. Djohermansyah, Dr. Dewi Fortuna Anwar dan Dr. Mafri Amir, semua merupakan tim kerja dalam liputan Da Syahrul. Kelompok kecil ini amat terasa manfaatnya bagi kepentingan yang lebih besar, terutama kepentingan nasional, umat dan bangsa yang di situ termasuk Sumbar. Semoga Da Syahrul dan Uni Ros serta anak, menantu dan cucu, selalu dikarunai nikmat kesehatan, rahmat dan barakah-Nya. Amin, ya Rab al-alamin*** Padang, 10 Agusus 2017.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengabdian Warga Muhammadiyah: Rekonstruksi Kiprah H. Amran dalam Pendidikan

Narasi Sahabat Alumni 1972: Dr. Dra. Hj. Nurhayati Zain, B.A., M.A